Seputar Peradilan

Pembinaan dan Buka Bersama YM. Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum.

IMG 3227 

Dari kiri: Drs. Pelmizar, M.H.I. (Ka PTA), Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum. (Hakim Agung) dan Dra. Hj. Rokhanah, S.H., M.H. (Waka PTA)

Kamis, 23 Mei 2019. Mengiringi rangkaian acara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan hakim tinggi dan lima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, PTA Bengkulu menggelar sesi pembinaan dengan mendaulat YM. Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum. sebagai nara sumber mewakili Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI. Pembinaan yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan ini dirangkai dengan sesi buka bersama yang semakin melengkapi keseluruhan acara sehari di PTA Bengkulu.

Dalam pengantar sambutannya, YM. Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum. sempat menyampaikan bahwa kedatangannya ke Bumi Rafflesia tidak lain untuk mendampingi istri tercinta Dra. Hj. Ernida Basry, M.H. yang mendapat promosi sebagai Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu. Oleh karena Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI sebagai pimpinan mengamanatkan dilaksanakan pembinaan bagi warga Pengadilan se-Wilayah PTA Bengkulu, maka ibarat sekali mendayung dua pulau terlampaui.

Hal pertama yang beliau sampaikan dalam pembinaan adalah tentang dwangsom dan kaitannya dengan hak ex officio hakim. Dalam pemaparannya, beliau menyatakan sepanjang mengenai penetapan dwangsom hakim tidak dapat menggunakan hak ex officio. Hak ex officio, menurut beliau, hanya boleh diberlakukan ketika undang-undang memperbolehkan atau memberi ruang untuk itu. Hakim tidak bisa sebebas-bebasnya menggunakan hak ex officio.

Sebagai ilustrasi, beliau mencontohkan hakim tidak dapat secara ex officio menetapkan hak asuh anak dan kepada siapa akan diberikan. Akan tetapi menetapkan nafkah anak dapat secara ex officio manakala hak asuhnya kepada siapa telah ditetapkan.

Persoalan ex officio ini erat kaitannya dengan perkara ultra petita, yang menurut beliau ultra petita diperbolehkan terhadap hal-hal yang berhubungan erat dengan pokok perkara. Jika tidak memiliki hubungan erat dengan pokok perkara, maka ultra petita tidak dibenarkan. Beliau mencontohkan, menetapkan nafkah anak sejumlah uang dengan penambahan 10% setiap tahunnya hingga anak dewasa atau berumur 21 tahun diperbolehkan meskipun dalam petitum, Penggugat hanya meminta sejumlah uang sebagai nafkah anak. Klausul dengan penambahan 10% setiap tahunnya hingga anak dewasa atau berumur 21 tahun adalah ultra petita yang diperbolehkan karena hal ini berkait erat dengan pokok gugatan, yaitu nafkah anak.

Selain dua hal di atas, beliau juga menyoroti persoalan-persoalan terkait dengan uang titipan pihak ketiga (konsinyasi), isbat nikah, dispensasi nikah, hingga persoalan ekonomi syariah dan gugatan sederhana. Sesi pemaparan yang berlangsung selama satu jam setengah dari pukul 16.00 WIB ini hanya menyisakan waktu 30 menit bagi para peserta untuk berdialog dan mengajukan pertanyaan. 

Diskusi berjalan cukup ramai yang memaksa Ibu Waka PTA selaku moderator membatasi hanya satu sesi tanya jawab dengan tiga orang penanya. Tepat pukul 18.00 WIB YM. Dr. H. Yasardin, S.H., M. Hum. mengakhiri diskusi dan menyerahkan kembali kepada moderator, sementara hidangan pembuka berbuka telah mulai dibagikan pada seluruh peserta pembinaan. Adapun menu utama buka bersama siap dinikmati setelah salat magrib berjamaah di musala Al Mahkamah PTA Bengkulu. [SQ]