Tingkat Pertama

PROSEDUR PENGAJUAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA

 

Pertama :
Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan.

Kedua :
Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.

Ketiga :
Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Catatan :
Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 273 – 281 RBg.
Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

Keempat :
Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

Kelima :
Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keenam :
Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

Ketujuh :

Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

Kedelapan :
Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

Kesembilan:
Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

Kesepuluh :
Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Kesebelas :
Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.

Keduabelas :
Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara

 

Pengajuan Perkara Cerai Talak

1. Langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami/kuasanya):
  - Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 66 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat permohonan (pasal 119 HIR 143 Rbg jo pasal 58 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
2.
Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
3.
Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
  - Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (pasal 66 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
4.
Permohonan tersebut memuat:
  - Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon.
- Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
- Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
5.
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
6.
Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).

 

Pengajuan Perkara Cerai Gugat

 1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya):
  - Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 73 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah  Syariah tentang tata cara membuat surat gugatan (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 58 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
2.
Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
  - Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 32 ayat (2) Undang-undang Nomor1 tahun 1974 jo pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta pusat (pasal 73 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
3.
Gugatan tersebut memuat:
  - Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat.
- Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
- Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4.
Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 66 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
5.
Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).
6.
Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.

 

Pengajuan Perkara Cerai Gugat Ghaib dan Cerai Talak Ghaib click here button png transparent images click here button png 900 820

1. Para pencari keadilan (Penggugat/ Pemohon) datang ke Pengadilan Agama Tais
2. Penggugat/ Pemohon menuju meja pelayanan informasi. Petugas meja pelayanan informasi bertugas :
  a. Memberikan informasi yang diminta oleh Penggugat/ Pemohon
b. Memberikan keterangan penjelasan kepada Penggugat/ Pemohon
3. Penggugat/ Pemohon datang ke meja pendaftaran perkara. Petugas meja pendaftaran perkara bertugas:
  a. Menerima gugatan, permohonan, perlawanan, banding, kasasi dan eksekusi
b. Menafsir panjar biaya perkara
4. Penggugat/ Pemohon menyetor panjar biaya perkara
5. Slip dari bank diserahkan kepada Kasir. Kasir bertugas:
  a. Menerima bukti setor panjar biaya perkara
b. Menandatangani SKUM
c. Memberi nomor perkara pada SKUM dan surat gugatan/ permohonan telah dilengkapi
6. Kasir menyerahkan berkas ke meja pendaftaran perkara. Meja pendaftaran perkara menyerahkan berkas perkara yang telah dilengkapi SKUM.
7. Juru sita melakukan panggilan kepada Penggugat/ Pemohon di kediaman Penggugat/ Pemohon sedangkan Tergugat/ Termohon dipanggil  melalui papan pengumuman di Pengadilan Agama Tais dan pengumuman lewat radio selama 2 bulan berturut-turut.
8. Dua bulan sejak panggilan para pihak, dilaksanakan sidang.
9. Putusan.
10. Para pihak dapat mengajukan upaya banding dan kasasi.
11. Pengucapan ikrar talak bagi permohonan cerai talak ghaib.

 

Pengajuan Perkara Gugatan Lainnya

 1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya):
  - Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg).
- Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
  a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat.
b. Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
c. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang dipilih oleh Penggugat (pasal 118 HIR, 142 Rbg).
2. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).
3. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 Rbg).